Menjelang waktu merebahkan jiwa diatas kedamaian dan cinta, yang telah menghilang dariku bertahun-tahun lamanya, aku sempat berpikir untuk tak pernah menikmatinya, meski sedetik saja. Terkadang aku merasa masih kuat untuk berlari mengejar kunang-kunang atau sekedar berjalan menikmati langit senja di atap rumah. Namun pada kenyataannya aku tak mampu melakukannya meski ada banyak orang yang menawarkan tangan mereka padaku.
Mungkin aku terlalu egois, apatis dengan lingkungan yang selalu memberiku cinta. Kenapa rasa untuk hadir dalam suasana kebahagiaan terlalu berat untukku. Aku lahir atas nama kesedihan, aku tumbuh juga atas nama penderitaan, dan kini aku dewasa atas nama kekecewaan. Banyak hal yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Aku hanya bisa tertawa dan sesaat kemudian meneteskan air mata.
Kebahagiaan adalah hal absurd dalam hidupku. Apapun yang disebut kebahagiaan selalu kalah dan akan hilang menguap seperti embun pagi diterik mentari. Sekali lagi sang pemenang adalah kesedihanku.
Satu hari, seseorang berbisik padaku,”There’ll be a miracle come to U someday. Just wait...”. Sebuah bisikan konyol. Tak pernah ada keajaiban dalam notebook hidupku. Yang ada hanya kesedihan.
~RHEA WINATA~
0 comments:
Post a Comment